Friday, March 22, 2013

Sistem Informasi Lembaga Donor?

Sudah lazim kita lihat banyak lembaga donor yang 'blusukan' ke kampung-kampung atau daerah-daerah tertentu untuk temukan target penerima donor. Ada yang datang spesifik ke daerah tertentu, ada juga yang spesifik mengumpulkan orang-orang dengan kondisi tertentu untuk di-develop. 

Beberapa waktu lalu, saya sempat bertemu dengan anak muda bersemangat yang melakukan kegiatan pengembangan masyarakat di daerah Manggarai. Beberapa hari sesudahnya, saya bertemu direktur Dompet Dhuafa yang banyak kembangkan program untuk masyarakat miskin. Mulai dari penyaluran zakat, pendirian Lembaga Kesehatan Cuma-cuma, sampai pinjaman mikro. Banyak juga perusahaan besar yang menyalurkan dana CSR melalui yayasan-yayasan yang punya target spesifik. Sebutlah Indonesia Menyala (di bawah naungan Indonesia Mengajar) yang menjadi saluran pengiriman buku-buku sumbangan tersebut ke daerah-daerah penugasan para Pengajar Muda (salah satunya daerah penugasan saya dulu). Intinya, lembaga-lembaga donor ini mudah untuk menjangkau para calon penerima donor.

Melihat realita tersebut, tentu seharusnya kita optimis terhadap masa depan pembangunan Indonesia. Kalau pun pemerintah tidak mampu menyelesaikan masalah yang ada karena dana yang terbatas (atau karena dikorupsi?), masih banyak lembaga donor yang berkontribusi atas kemajuan Indonesia. Kontribusi ini jika terkelola dengan baik dan tepat sasaran, seharusnya meningkatkan akselerasi pembangunan Indonesia. Kemudian, adakah masalah yang akan menghambatnya?
Akses tampaknya adalah hal yang saat ini belum banyak dibahas. Bukan akses para lembaga donor yang ada kepada komunitas/masyarakat yang perlu diberdayakan, tetapi sebaliknya yaitu akses komunitas yang belum terkembangkan ini kepada para lembaga donor. 

Izinkan saya mengenalkan Anda semua dengan Bang Syamsir, seorang pemuda di desa Pematang Dukuh (pulau Bengkalis, Riau) lulusan S1 Universitas Lancang Kuning di Riau. Seingat saya, di desanya hanya ada 4 orang lulusan S1. Terakhir kali saya berjumpa di desanya, ia bekerja sebagai salah seorang petugas Tata Usaha di sebuah sekolah dasar sekaligus membuka usaha kursus komputer pertama di desanya. 

Ia adalah seorang pemuda yang gigih, peduli dengan masyarakatnya, dan memiliki visi jangka panjang terkait kehidupan di desa dan kabupatennya. Di usianya yang masih muda, tentu semangat belajarnya masih menyala. Saat saya bertugas untuk mengajar di desanya, ia sering mengajak saya berdiskusi mengenai program-program pemberdayaan yang dapat diterapkan di desanya karena kebetulan ia adalah ketua pemuda di sana.

Orang-orang seperti Bang Syamsir ini dapat menjadi penghubung antara komunitas dengan lembaga donor. Mereka memiliki visi tentang masyarakatnya, tercerahkan oleh pendidikan, dan dapat diandalkan oleh para lembaga donor dalam menyelenggarakan program pemberdayaan masyarakat. Sayangnya, akses mereka terhadap lembaga donor/sosial dapat dikatakan masih tidak mudah. Padahal, sekali saja mereka bertemu dengan lembaga donor yang tepat, akan banyak sekali dampak positif yang akan muncul. Mulai dari penggalian informasi mengenai keadaan masyarakat di mana dia tinggal, akses jaringan kepada tokoh-tokoh masyarakat, hingga aspirasi masyarakat yang selama ini belum tersalurkan.

Saya berpikir mengenai perlunya kita memiliki Sistem Informasi Lembaga Donor/Sosial yang mudah diakses oleh para penggerak komunitas seperti Bang Syamsir ini. Berarti, selain menyusun peta lembaga sosial yang ada, kita juga perlu memikirkan bagaimana menyosialisasikan sistem informasi ini kepada masyarakat hingga ke pedalaman. Perlu banyak diskusi lagi soal ini.

*) maaf kali ini tulisan saya agak berantakan strukturnya :)

No comments:

Post a Comment